Membangun sebuah bangsa maupun daerah yang kuat dalam segala hal, tentu tidak terlepas dari unsur utama, yaitu kwalitas SDM yang handal dengan memiliki tingkat intelektual tinggi. Dalam laju penerapan otonomi daerah di negeri ini kita ketahui bersama, bahwa potensi SDM dalam suatu daerah tentu sudah menjadi sorotan utama dalam memajukan daerah tersebut. Seiring itu pula, pemerintah maupun pemerintah daerah harus memperhatikan aspek yang sangat dibutuhkan dalam menciptakan generasi-generasi dengan tingkat SDM tinggi tersebut. Dalam mewujudkan hal itu, kwalitas system pendidikan sebagai aspek utama tentu harus dibenahi terlebih dahulu. Apabila kwalitas system pendidikan sebuah daerah dapat dibenahi secara maksimal, maka impian memiliki generasi muda dengan kwalitas SDM tinggi akan tercapai. Begitu juga sebaliknya, apabila sebuah bangsa atau daerah yang mencita-citakan kemajuan, namun melupakan aspek pendidikan sebagai rahim dalam melahirkan anak bangsa yang cerdas dan berdedikasi atau memiliki SDM yg handal, maka bangsa tersebut akan slamanya jalan ditempat, tanpa ada perkembangan yang nyata.
Begitu jugalah dengan kondisi Kaltim pada saat ini yang gencar-gencar membangun, membenahi serta memajukan Kaltim dalam segala aspek. Secara khusus untuk membangun pondasi Kaltim dalam segi pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi Negeri menjadi harapan satu-satunya bagi masyarakat dan pemerintah daerah dalam menghantarkan Kaltim kedepan sebagai Provinsi yang maju, dengan memiliki generasi penerus berbasic intelektual, bermoral, serta berdedikasi tinggi. Melihat hal tersebut, lahir pertannyaan bagi kita, Perguruan tinggi negeri mana yang menjadi barometer utama yang diharapkan mampu mejawab kebutuhan akan kwalitas SDM berpotensi tinggi tersebut?????tentu jawabannya adalah Universitas Mulwarman lah yang menjadi rumah tempat menciptakan intelektual-intelektual muda tersebut. Selain kapasitas Unmul sebagai universitas terbesar di Kaltim, Unmul yang masih berstatus PTN ternyata menjadi salah satu Universitas terbesar di Bumi Borneo. Sebagai Universitas berstatus PTN, tentu negaralah yang bertanggungjawab penuh dalam segala bentuk pembiayaan operasional Unmul. Artinya baik dari APBD, APBN dan dari sejumlah Post dana lainnya, Unmul terus menerus mendapatkan suntikan dana dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan. Meski demikian, Unmul yang kita dengar dan kita ketahui secara nyata setiap tahunnya memperoleh kucuran dana lebih dari Rp. 200 Milyar terlepas dari uang SPP Mahasiswa/i ternyata masih saja belum cukup untuk memajukan Unmul seperti yang di utarakan sejumlah petinggi-petinggi rektorat UNMUL.
Dengan alasan masih kekurangan dana, rector mengambil langkah untuk membebani mahasiswa dengan pungutan tak jelas. Kalau rector dan sejumlah petinggi rektorat, maupun dekan-dekan fakultas di Unmul mengatakn bahwa dana tersebut murni untuk kepentingan mahsiswa, dan mekanisme penarikannya tidak cacat hukum, bagi kami itu adalah kesalahan patal. Terlebih apabila membandingkan pungutan yang kami anggap pungli ini harus diperbandingkan dengan UI, UGM, dan ITB, yang menarik dana dari mahasiswanya mencapai ratusan juta rupiah namun tidak dipermasalahkan. Hal ini menjadi melahirkan pertannyaan besar yg tidak sepantasnya kami pertanyakan kepada akademisi sekapasitas rector dengan gelar Prof. DR. (Apakah UI, UGM dan ITB itu masih berstatus PTN atau sudah berstatus BHMN?). Karena apabila Unmul yg masih berstatus PTN dibandingkan dengan Universitas yang telah berstatus Badan Hukum, itu sudah jauh berbeda. Kemudian kita lihat dari segi anggaran yang diterima oleh Unmul setiap tahunnya rutin diperoleh melalului post APBD, sangat jauh berbeda dengan Universitas di seluruh Indonesia. Baik dari nominal maupun tahun pengucurannya yg mana unmul setiap tahun rutin mendapatkan bantuan dari APBD Kaltim, sedangkan Universitas lainnya di negeri ini belum tentu mendapatkannya bantuan APBD daerahnya masing-masing setiap tahun dan dengan nominal sebesar yang diperoleh Unmul. Walaupun unmul yang terus menerus dihujani bantuan dengan nilanya luar biasa besar, ternyata tak juga menjadi barometer dalam meningkatkan system maupun kwalitas pendidikan di unmul.
Dalih bahwa unmul masih kekurangan anggaran menjadi salah satu cara untuk memaksa ribuan mahasiswa membayar pungutan yang berstatus gelap tersebut. Pungutan berstatus gelap atau sama saja dengan pungutan liar ini di beri label Dana Pengembangan Fakultas. Entah pengembangan fakultas apa yang dimaksud tak jelas juga hingga hari ini, anehnya dana itu di endapkan entah dimana kita tidak tahu (di kas negara/daerah apa sudah jadi mobil & rumah mewah?),,hal itu kami ketahui ketika kami kerap mempertanyakan posisi dana tersebut serta peruntukannya kemana. Untuk itu, harapan kami supaya Kejati sebagai institusi hukum yang memiliki fungsi dalam hal penegakan hukum dalam konteks memeberantas korupsi, kami harap dengan cepat dan lebih professional serta tak pandang bulu untuk menyeret penjabat di lingkungan Unmul yang terlibat dalam penarikan Dana pengembangan Fakultas tersebut. Kami harap Kejati memberikan titik terang secepat mungkin bagi kami dan masyarakat Kaltim, karena hal ini menyangkut masa depan generasi muda kaltim yang menempuh pendidikan di Unmul, dan kami tidak ingin Mahasiswa/i Unmul di didik oleh para Koruptor.
Untuk itu kami menyerukan tuntuan kami, yaitu :
1. Secepatnya Kejati menemukan titik terang terkait kasus DPF tersebut, dan jangan memperlambat proses pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat Unmul.
2. Sekalipun Profesor yang harus diperiksa, kami harap Kejati harus memperlihatkan Profesionalnya sebagai penegak Hukum dinegeri ini.
3. Bukan hanya Rektor atau pembantu Rektor saja yg diperiksa, Dekan-dekan di seluruh Unmul Harus di periksa, karena meraka juga yg mengajukan pemungutan dana tersebut, sesuai pernyataan mereka ketika kami melakukan konfirmasi lewat hearing dan aksi. pungkas Ketua Jam-Unmul Kaltim, Christa Darwin....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar